Hari Kamis (23/04/2015) Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Republik Iran Hassan Rouhani sepakat melakukan kerja sama memberantas radikalisme dan terorisme.
Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela acara Konferensi Asia Afrika 2015, di Jakarta Convention Center.
Kedua Negara bersepakat segera mengaktifkan kembali Komisi Bersama (SKB) kedua negara untuk meningkatkan kerja sama bilateral dan kerja sama antara kedua negara dan negara Islam untuk memberantas radikalisme dan mengentaskan terorisme dengan mengedepankan sisi kebudayaan dan agama, serta kerja sama tukar informasi untuk mengatasi terorisme.
Sebagaimana dikutip laman resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia, kerja sama ini disepakati saat kedua presiden bertemu dalam pertemuan bilateral di Jakarta Kamis, (23/04/2015).
“Pertemuan bilateral juga membahas berbagai upaya peningkatan kerja sama antar kedua negara terutama di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi. Presiden RI juga meminta agar akses ekspor kelapa sawit dari Indonesia ke Iran dapat didorong lebih banyak. Presiden juga mengundang pengusaha Iran untuk berinvestasi di bidang infrastruktur di Indonesia yang masih terbuka luas,” demikian dikutip laman Kemenlu.go.id.
Presiden Iran, Hassan Rouhani menegaskan bahwa hubungan Iran dan Indonesia sangat penting, karenanya Presiden Rouhani setuju untuk mendorong pihak swasta Iran hadir di Indonesia.
Menurut anggota Komisi Hukum & Perundang-undangan MUI Pusat Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH kerja sama ini dinilai sangat terburu-buru dan akan membawa banyakmudharat (mendatangkan keburukan) dibanding kebaikan. [baca: Iran Akan Jadikan Radikalisme Sebagai Palu Godam Halangi Syiahisasi di Indonesia]
Sebab menurut penulis buku “Syiah Menurut Sumber Syiah, Ancaman Nyata NKRI” ini, defenisi radikalisme yang dipahami Iran (dalam hal ini Syiah, red) tidak sama dengan yang dipahami Indonesia.
“Kita harus paham dulu, apa pengertian radikalisme dalam pikiran Iran. Bagi Iran yang Syiah, semua yang melawan usaha-usaha syiahisasi dinilai intoleran dan takfiri. Jika takfiri akan melahirkan gerakan radikal. Dan gerakan radikal bisa berujung tindakan terorisme, begitu cara pikir Iran,” ujar Abdul Chair Ramadhan.
“Nampaknya, istilah radikalisme, akan dijadikan palu godam bagi Syiah-Iran untuk menghalangi sekaligus mengamankan usaha syiahisasi di Indonesia.”
Kerja sama dengan Iran ini menurut Abdul Chair, termasuk salah satu bagian keberhasilan Syiah Iran mempengaruhi pemerintah Indonesia.
sumber:hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar