Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنْ أَمَرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءٌ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءٌ صَبَرَ فَكاَنَ خَيْرًا لَهُ رواه مسلم
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya itu baik bainya, dan itu tidak lain hanya bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan dia bersyukur, dan itu baik baginya, dan apabila mendapat kesulitan dia bersabar dan itu baik baginya”. (HR. Muslim)
(Mediaislamia.com) --- Sungguh tidak disangka, jika seorang relawan Indonesia di Jalur Gaza, Palestina, mendadak mendapat gelar “doktor” dalam sehari. Tapi, itulah yang terjadi dan diterima oleh Nur Ikhwan Abadi, relawan kemanusiaan MER-C (Medical Emergency Resque Committee) asal Indonesia yang sedang membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Peristiwa bersejarah itu terjadi Sabtu kemarin (21/3), saat Nur Ikhwan, didaulat memberikan ceramah ilmiah bertajuk “Indonesian role to strengthening the international position of Palestinian issues” (Peran Indonesia untuk memperkuat isu Palestina dalam posisi internasional), di hadapan mahasiswa S2 dan S3 Management & Politics Academy for Postgraduated Studies, di Kota Gaza.
“Di hadapan para mahasiswa, juga undangan dari pejabat pemerintah, media, dan perwira tinggi kepolisian Palestina, saya diminta berbicara tentang peran Indonesia, dan saya diberi gelar ‘doktor sehari’ untuk seminar tersebut,” ujar ‘Doktor’ Nur Ikhwan Abadi, yang juga Kepala Biro Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency) Timur Tengah berkedudukan di Palestina.
Menurutnya, ada tiga pembicara dalam seminar ilmiah tersebut, yaitu Dr. Tayseer Mehasen (Direktur Jenderal Hubungan Internasional Kementerian Luar Negeri Palestina), Ir. Omar Jomah Shiyam (Manager Aman Palestine Cabang Gaza), dan moderator Dr. Ihab Swaikh.
Pada kesempatan itu, Nur Ikhwan, yang juga alumni tarbiyah Pesantren Al-Fatah Muhajirun, Negararatu, Natar, Lampung Selatan, menyampaikan tentang peran pemerintah dan rakyat Indonesia dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Al-Aqsha.
“Indonesia pernah melaksanakan Konferensi Internasional untuk Kemerdekaan Palestina dan Pembebasan Al-Quds di Bandung tahun 2012. Seluruh komponen pemerintah dan rakyat Indonesia mendukung penuh kemerdekaan Palestina dan pembebasan Al-Aqsha dari belenggu penjajahan Israel,” ujarnya.
Pada Konferensi Internasional Palestina “International Conference for The Freedom of Al-Quds and Palestine”, yang digagas Jama’ah Muslimin (Hizbullah) sebagai Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah (Khilafah yang mengikuti jejak kenabian), Bandung, 14-15 Sya’ban 1433 H./4-5 Juli 2012 M. menghasilkan Deklarasi Bandung untuk Pembebasan Al-Quds.
Isi Deklarasi Bandung antara lain; bahwa untuk suksesnya perjuangan pembebasan Al-Quds dan Palestina dituntut dukungan yang lebih nyata dari kaum Muslimin pada khususnya dan komunitas internasional pada umumnya. Selanjutnya, disebutkan juga guna menyatukan langkah perjuangan pembebasan Al-Quds dan Palestina tersebut, mengamanahkan kepada H. Muhyiddin Hamidy sebagai Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) sebagai pemimpin bagi upaya-upaya untuk mempercepat pembebasan Al-Quds dan kemerdekaan Palestina yang didukung oleh organisasi-organisasi yang peduli dalam permasalahan Palestina.
Sidang Konferensi juga merekomendasikan kepada pihak-pihak Pemerintah dan Parlemen untuk menegaskan pesan pembebasan Al-Quds dan Palestina melalui lembaga Negara. Serta melakukan advokasi hukum terhadap bangsa Palestina terutama kaum perempuan dan anak-anak serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengadili kejahatan rezim Zionis Israel atau pemimpin-pemimpinnya yang dzalim.
Peserta sidang juga siap menghimpun dan mendayagunakan bantuan-bantuan material dan non material untuk menolong Al-Quds dan Palestina, dan secara khusus mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk membuka Konsulat Pelayanan Diplomatik di wilayah Jalur Gaza.
Putusan lain yang penting adalah mempersiapkan pelaksanaan konferensi selanjutnya di Gaza atau tempat-tempat lain sesuai situasi dan kondisi yang berkembang, Mengutus delegasi untuk memfasilitasi perdamaian dan ishlah dari faksi-faksi di Palestina serta mempromosikan kesatuan Muslimin di Palestina dan memprakarsai boikot terhadap produk-produk yang mendukung rezim Zionis Israel.
Konsulat RI di Gaza
Nur Ikhwan, alumni Teknik Sipil Universitas Lampung itu, menyampaikan alternatif dukungan politis pemerintah Indonesia untuk Palestina, antara lain adalah dalam bentuk pendirian Konsultas RI di Jalur Gaza.
Menurutnya, hal itu sangat memungkinkan, apalagi ada beberapa mahasiswa setempat di Jalur Gaza yang siap mendukung rencana seperti itu.
Nur Ikwhan, juga adalah delegasi khusus Jama’ah Muslimin (Hizbullah), wadah kesatuan umat Islam, berpusat di Bogor, Indonesia, yang secara khusus memiliki agenda Ghazwah Fath Al-Aqsha (pembebasan Al-Aqsha) sejak 2007, dan Kepala Koresponden Kantor Berita Islam MINA di Timur Tengah.
“Selain kemungkinan pembukaan Konsulat RI di Jalur Gaza, upaya lainnya adalah advokasi hukum oleh Indonesia untuk warga Palestina, terutama wanita dan anak anak atas tindakan kriminal Israel,” paparnya.
Upaya lain adalah dengan terus menggencarkan aksi dan kampanye boikot produk-produk Israel, serta upaya melaksanakan konferensi yang dihadiri tokoh-tokoh Indonesia, bertempat di Jalur Gaza.
Pada pertemuan pemaparan, ‘Doktor’ Nur Ikhwan juga menyampaikan, salah satu delegasi Konferensi Bandung adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Palestina pada pemerintahan PM Ismail Haniyah sebelum pemerintahan persatuan terbentuk, Dr. Muhammad Al-Madhoun.
Mendengar nama itu disebut, hadirin pun riuh dan bersorak. Mereka menyebut dan sambil menunjuk ke sosok yang disebut itu, adalah Direktur Akademi tersebut. Nur Ikhwan sendiri sebelumnya belum tahu hal itu.
Lalu, masuklah Dr. Al-Madhoun yang sebelumnya hanya di luar, dan ia pun ikut bicara dengan senyuman. Setelah sebelumnya berangkulan dengan Nur Ikhwan, dengan mesra bak saudara kandung.
Al-Madhoun menyarankan agar perwakilan pemerintah Indonesia segera dibentuk saja di Jalur Gaza. “Langkah awal bisa saja tidak dalam bentuk Konsulat resmi, tetapi dapat melalui misalnya Pusat Pendidikan atau Pusat Kebudayaan,” ujarnya bersemangat.
Pihaknya juga siap membantu pelaksanaan Konferensi serupa yang pernah diselenggarakan di Bandung, Indonesia, untuk dilaksanakan di Kota Gaza.
Ia juga mengapresiasi keberadaan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency – Wakalah Mi’raj lil anba al-islamiyyah), sebagai tindak lanjut dari Konferensi Bandung 2012.
Menurutnya, cabang-cabang MINA perlu didirikan di setiap negeri Muslim, agar kaum Muslimin dapat mengikuti perkembangan dunia Islam pada umumnya, serta perkembangan Indonesia pada khususnya, yang mayoritas Muslim sebagai salah satu barometer perjuangan dunia Islam.
Sementara itu, Dr. Tayseer Mehasen, Direktur Jenderal Hubungan Internasional Kementerian Luar Negeri Palestina di Jalur Gaza, menyatakan siap membantu merealisasikan pembentukan perwakilan tersebut.
Menurutnya, apalagi hubungan Kementerian Luar Negeri antara Jalur Gaza dan Tepi Barat saat ini berjalan baik. Kemenlu di Jalur Gaza berjalan, dan Kemenlu di Tepi Barat juga berjalan. Dari segi keamanaan juga sangat memungkinkan, ujarnya.
“Namun yang paling penting dari semuanya adalah bagaimana negeri-negeri Muslimin semakin meningkatkan perannya terhadap Al-Quds dan Palestina,” paparnya.
Seret Israel ke Mahkamah
Di akhir sesi kuliah ilmiah, seorang mahasiswa bernama Kayd Jarbou, menyatakan seiring pendirian perwakilan di Gaza, dia dan rekan-rekan mahasiswa lainnya siap menghubungkan tim pengacara di Indonesia dengan lembaga-lembaga di Jalur Gaza yang konsen terhadap isu kejahatan Zionis Israel.
Mahasiswa yang bekerja di lembaga advokasi juga siap memberikan data-data kepada para pengacara dari Indonesia tentang kekejaman Israel, untuk membantu upaya hukum menyeret pimpinan Israel ke Mahkamah International.
Peserta kuliah ilmiah juga menekankan pentingnya upaya terus-menerus dalam meningkatkan peran para perwakilan negara-negara yang ada di Gaza untuk mengangkat isu-isu Gaza bukan hanya dari sisi kemanusiaan. Namun juga dari sisi lain seperti politik, diplomasi, kebudayaan dan yang lebih strategis lagi adalah isu pembebasan Al-Aqsha.
Kepala-kepala negara di dunia khususunya negeri-negeri Islam atau berpenduduk Muslim, menurut Ir. Omar Shiyam, Manager Aman Palestine Cabang Gaza, perlu juga didorong untuk berkunjung melihat langsung keadaan masyarakat di Jalur Gaza.
“Kedatangan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak ke Gaza waktu tahun lalu, patut diikuti yang lain,” katanya.
Menurut Nur Ikhwan, setelah kuliah ilmiah tersebut, ia juga dijadwalkan memberikan kuliah pada Jurusan Teknik di Universitas Aqsa, Gaza.
Ya, walaupun ‘Doktor’ Nur Ikhwan Abadi hanya menyandang gelar ‘Doktor’ dalam sehari di depan para mahasiswa doktoral dan magister di Management & Politics Academy for Postgraduated Studies, di Kota Gaza.
Namun, ia tetap layak menyandang gelar tersebut, mengingat kiprahnya yang luar biasa dalam menjalin hubungan, ikatan dan persaudaraan antara rakyat Palestina dengan rakyat Indonesia, melalui pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara sejak 2010 lalu.
Ia yang juga pernah merasakan kebrutalan pasukan Israel saat ia berada di dalam kapal pelayaran Mavi Marmara 31 Mei 2012 lalu dan di Penjara Asdhod Israel.
Jadi, sangat layak jika ada sebuah Perguruan Tinggi di Indonesia atau di negeri-negeri Muslim memberikan gelar Doktor Honoris Causa (HC) atas kiprahnya yang luar biasa mengharumkan nama baik Indonesia di dunia internasional.
Atau mungkin saja ada Perguruan Tinggi dari negeri lainnya, seperti dari Venezuela, Cina, Malaysia atau lainnya yang lebih dulu memberikan gelar tersebut sebagai tanda kepedulian atas prestasi kemanusiaan Nur Ikhwan yang diakui dunia.
Penulis pun hanya dapat mengucapkan, “Mabruuk, Baarakallaahu fiikum ya duktuur Nur Ikhwan Abadi, Selamat dan barokah wahai Doktor Nur Ikhwan Abadi….”. Insya Allah Nur Ikhwan Abadi tetap Doktor nan abadi yang memberikan cahaya (nur) dalam pembelaan terhadap Palestina dan Al-Aqsha, terhadap kemanusiaan pada umumnya dan persaudaraan (ikhwan) terhadap sesama Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar