Jumat, 10 Juli 2015

Intelijen Australia indikasikan 2 pilot Indonesia dukung ISIS, benarkah?


Pada Kamis (9/7/2015) detikcom mengutip media Australia, Sydney Morning Herald (SMH) bahwa, Kepolisian Federal Australia (AFP) meyakini ada dua pilot asal Indonesia yang diradikalisasi oleh militan pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Dua pilot ini dianggap memberikan ancaman keamanan internasional.
Menurut laporan intelijen Australia yang bocor secara online dan dikutip SMH tersebut, Kamis (9/7), salah satu pilot Indonesia itu pernah terbang ke Australia, di antara banyak tujuan lainnya yang pernah didatanginya saat masih aktif sebagai pilot. Bahkan, pilot Indonesia itu pernah berfoto di depan Sydney Opera House yang ternama, tahun lalu.
Pilot kedua dilaporkan seorang mantan pilot untuk maskapai AirAsia Indonesia dan menikah dengan mantan pramugari dari maskapai yang sama. Disebutkan pilot ini kini tinggal di wilayah Raqqa, Suriah, yang dikuasai ISIS.
Laporan intelijen kepolisian federal Australia yang berjudul ‘Identification of Indonesian pilots with possible extremist persuasions‘ didapatkan oleh majalah online Australia, The Intercept. Laporan tertanggal 18 Maret 2015 itu juga didistribusikan kepada penegak hukum di Turki, Yordania, London dan Amerika Serikat serta Europol.
Laporan intelijen itu menyebut bahwa pada Maret ini, kepolisian federal Australia mendapat peringatan soal dua pilot Indonesia, Ridwan Agustin dan Tommy Abu Alfatih kerap memposting informasi yang mendukung ISIS dalam akun Facebook mereka.
“Atas kajian terhadap konten dari kedua akun, menunjukkan bahwa orang-orang ini kemungkinan dipengaruhi oleh elemen radikal — setidaknya dari lingkungan online — dan hasilnya, mereka mungkin menjadi ancaman keamanan,” demikian bunyi penggalan laporan intelijen tersebut.
Ridwan Agustin diklaim sebagai lulusan pilot AirAsia pada tahun 2010 dan pernah menerbangkan rute internasional termasuk Hong Kong dan Singapura. Sedangkan Tommy Abu Alfatih diyakini lulusan dari sebuah sekolah penerbangan di Indonesia pada tahun 1999 dan pernah menjadi pilot Angkatan Laut Indonesia sebelum bergabung dengan Premiair, sebuah perusahaan penerbangan swasta di Indonesia.
Ketika dihubungi oleh media Australia lainnya, Fairfax Media, untuk mengkonfirmasi kebenaran laporan itu, juru bicara kepolisian federal Australia enggan berkomentar banyak. “AFP tidak berkomentar soal intelijen,” ucap juru bicara itu.
“AFP tetap menjaga hubungan erat dengan mitra penegak hukum dalam negara maupun luar negeri, untuk memastikan keselamatan warga Australia, baik yang ada di dalam wilayah Australia maupun di luar negeri,” tegasnya.
Juru bicara itu enggan menjawab saat ditanya apakah laporan The Intercept itu benar adanya.
Sementara itu, pihak AirAsia menuturkan kepada The Intercept bahwa Ridwan Agustin dan istrinya sudah tidak lagi menjadi karyawan AirAsia Indonesia. “Oleh karena itu, kami tidak bisa banyak berkomentar soal pribadi keduanya,” tutur juru bicara AirAsia, Audrey Petriny kepada The Intercept.
Sedangkan pihak Premiair menjelaskan kepada The Intercept bahwa Tommy Abu Alfatih yang juga dikenal sebagai Tomi Hendratno sudah berhenti bekerja dari perusahaan itu mulai 1 Juni tahun ini. Istri Ridwan Agustin dan Tomi Hendratno tidak merespons pesan-pesan yang dikirimkan ke akun Facebook mereka.
Penjelasan TNI AL
Dilain pihak, TNI AL pun membenarkan bahwa pria yang telah mengganti namanya menjadi Abu Alfatih itu adalah bekas perwira penerbang di angkatannya.
“Jadi benar, pernah bergabung bersama kami tapi dia sudah pensiun tahun 2010,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AL Kolonel Laut (P) M Zainudin saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (9/7).
Dari data TNI AL, diketahui Tomi pernah menempuh pendidikan di sekolah penerbangan D3 Curug pada tahun 1999. Kemudian pria yang akhirnya bergelar sarjana hukum itu mengikuti pendidikan calon perwira angkatan 31 pada tahun 2002.
Tomi pun resmi menjadi personel TNI AL dengan pangkat Letda (letnan dua) pada 20 Oktober 2002. Pria asal Sidoarjo itu terakhir berdinas di Skuadron (Ron) 200 Wing Udara 1 Surabaya dengan pangkat Kapten dan akhirnya memutuskan pensiun pada 10 November 2010.
“Setelah pensiun dia bertugas di maskapai Premiair,” kata Zainudin.
Hingga saat ini masih belum diketahui kebenarannya apakah Tomi benar-benar menjadi simpatisan ISIS. Jikalau benar, menurut Zainudin hal tersebut bukan lagi tanggung jawab jajarannya. TNI AL pun tidak lagi bisa menindak karena status Tomi yang sudah menjadi sipil.
“Begitu sudah pensiun sudah bukan tanggung jawab TNI AL. Kalau sudah lepas ya sudah, tidak akan ada tindakan dari kami karena bukan warga TNI AL lagi. Kalau sudah menyatakan keluar dan ingin melanjutkan ke penerbangan sipil, itu bukan tanggung jawab kami lagi,” tutur Zainudin.
Menkopolkam Tedjo
Menkopolkam Tedjo (dok:detik)
Reaksi Menkopolkam Tedjo
Sementara, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno mengaku pihaknya belum mendapatkan informasi resmi atas dugaan AFP tersebut.
Nanti setelah mendapat informasi resmi, Tedjo mengaku akan segera berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara, Kepolisian RI, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
“Belum dapat informasi, nanti kalau dapat informasi yang benar kita nanti saya akan bicara dengan BIN, Kepolisian dan BNPT dan sebagainya,” kata Tedjo kepada wartawan di kantor Wakil Presiden, jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (9/7).
Menurut Tedjo paham ISIS harus diantisipasi agar tak berkembang di Indonesia. Kementerian Polkam akan bekerjasama dengan BNPT, BIN dan Kepolisian untuk memonitor kemungkinan paham ISIS masuk ke Indonesia.
“Iya harus kita antisipasi masalah paham ISIS. Kami terus bekerjasama dengan BNPT, BIN, Kepolisian kita monitor, dan pihak imigrasi jangan sampai paham ISIS berkembang di Indonesia,” kata Tedjo.
Komjen Buwas dalami kasus ini
Setelah kasus ini menjadi sorotan media internasional setelah laporan intelijen polisi Australia bocor di internet. Kepolisian Indonesia segera mendalami hal ini.
“Sedang didalami juga,” kata Kabareskrim Pol Komjen Budi Waseso saat dikonfirmasi di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (8/7/2015).
Polisi belum bisa membuat kesimpulan pasti soal keterlibatan keduanya di ISIS. Yang jelas, semua masih dalam tahap penyelidikan.
“Itu kan permasalahan yang harus diungkap,” terangnya.
Mengutip CNNINdonesia, Presiden Direktur AirAsia, Sunu Widyatmoko, mengatakan AirAsia sudah melakukan pemecatan setelah mengetahui adanya kontak dari pilot bersangkutan, Ridwan Agustin, dengan organisasi terduga ISIS.
“Dulu dia pernah bekerja di AirAsia, tapi sekarang sudah enggak. Waktu dengan kami bekerja semuanya normal. Namun, dalam proses, ada indikasi kontak internet dengan jaringan ISIS, kami langsung proses dan pecat,” kata Sunu saat dihubungi CNNIndonesia, Kamis (9/7).
Informasi adanya kontak tersebut, kata Sunu, didapatkan pihaknya dari staf internal AirAsia. “Enggak ada pengawasan. Begitu tahu benar, langsung kami proses tindakan,” kata Sunu.
Ridwan Agustin, eks-pilot AirAsia tersebut, mengatakan lokasi terkininya pada pertengahan Maret 2015 di Raqqa, Suriah. Tak hanya itu, dia juga mengubah namanya menjadi Ridwan Ahmad Indonesiy.
Tak hanya Agustin, seorang pilot asal Indonesia lainnya, Tomi Hendratno, yang pernah bekerja di maskapai penerbangan pribadi Premiair, juga diduga bergabung dengan jaringan ISIS.
Screeshot penjelasan Abu Alfatih Hendratmo pada status Facebooknya.
Screeshot penjelasan Abu Alfatih Hendratmo pada status Facebooknya.
Pernyataan Abu Alfatih
Namun, pada Kamis sore (9/7), seseorang mengirimkan pernyataan Abu Alfatih yang diposting pada akun Facebook pilot tersebut ke redaksi@detik.com. Yang bersangkutan menanggapi pemberitaan terkait pilot itu. Pada status itu, Abu Alfatih Hendratno menyebut dirinya masih sebagai WNI. Sayangnya tak disebutkan di mana lokasi dia berada.
Berikut pernyataan yang ditujukan Abu Alfatih ke redaksi detikcom:
Setelah membaca artikel Anda tentang pilot Indonesia terkait ISIS saya akan mencoba jawab tuduhan tersebut bahwa:
  1. Saya tidak ada kaitan dengan kelompok ISIS seperti mereka duga, itupun Anda muat sebelum ada klarifikasi
  2. Saya sebagai WNI yang berusaha menaati aturan dan kewajiban muamalah saya sebaik mungkin dalam hidup di negeri ini
  3. Apakah dengan hanya memberikan like pada status seseorang menjadikan kita serupa dengan mereka?
  4. Tidak ada baiat antara saya dengan ISIS sampai saat ini.
  5. Bukan karena dampak dari berita itu saja tapi tidak dilalui klarifikasi pada yang bersangkutan adalah hal yang menurut saya perlu diluruskan.
Demikian klarifikasi saya semoga kita semua bisa belajar menjadi lebih profesional dan lebih teliti dalam menjalani hidup ini.
sumber:arrahmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar