Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ
"Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan". (QS. An Nahl : 127)
Salahuddin Al Ayyubi (twcenter.net) |
(Mediaislamia.com) --- Malam Natal 1191 Masehi. Sebuah rapat penting digelar di tenda utama pasukan Salahuddin Al Ayyubi. Situasi kritis. Ribuan pasukan Salib pimpinan Richard Hati Singa sudah mendirikan tenda di Latrun, segera menuju Beit Nuba, hanya 12 mil dari kota suci Yerusalem yang dipertahankan pasukan Islam mati-matian.
Seorang panglima meminta izin mengajukan usul. Salahuddin mempersilakannya. "Kita pukul besok dengan serangan besar-besaran, " kata dia. "Mumpung mereka tengah merayakan Natal dan menggelar misa."
Usul yang masuk akal itu tak pernah disetujui rapat. Salahuddin sendiri yang kontan menolaknya mentah-mentah sebelum bertunas menjadi diskusi. "Kita tak akan pernah menjadi tentara barbar, penyerang umat yang tengah beribadah," kata panglima perang Dinasti Seljuk itu. "Kita Muslim, bukan kaum biadab."
Keputusan itu dicatat sejarah sebagai tindakan cerdas dan terpuji hingga ini hari. Setahun kemudian, di tengah sengketa internal tentara Salib, Richard yang kian jatuh hati kepada musuhnya itu mengajukan permintaan damai. Pada September 1192 M dibuatlah perjanjian perdamaian. Salahuddin menyilakan umat Kristen datang berziarah ke Yerusalem, asal tak membawa-bawa senjata.
Keteladanan seorang pemimpin (neogaf.com) |
"Salahuddin tidak berdendam untuk membalas pembantaian (umat Muslim) tahun 1099, seperti yang Al-Qur'an anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194)," tulis Karen Amstrong dalam Perang Suci. Amstrong hanya satu dari sekian banyak pemikir Barat yang jatuh cinta kepada perilaku Salahuddin.
Semesta pun tampaknya sering enggan berpihak kepada perilaku lancung menyerang kaum yang tengah beribadah. Pada 20 Juli 1947, Gubernur Jenderal HJ Van Mook mengumumkan kepada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda kita melihatnya sebagai Agresi Militer I. JA Moor dalam bukunya menulis, agresi militer Belanda itu dimulai 21Juli 1947, dengan fokus serangan di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tanggal pengumuman aksi Belanda itu tepat pada saat umat Islam menjalankan puasa di hari pertama Ramadhan. Belanda tahu mayoritas penduduk Indonesia sedang berpuasa. Penjajah yang mengaku-aku dedengkot hukum dan HAM dunia itu tidak peduli peribadatan, karena fasilitas umum dan peribadatan juga diserang. Bahkan, tak ada penghentian serangan manakala datang Idul Fitri.
Hasilnya ? Bisa dikatakan Belanda justru menderita kekalahan telak. Ulama-ulama dari Aceh hingga Ternate-Tidore justru mengumumkan aksi jihad melawan penjajah. Meski sekitar 20 ribu rakyat Indonesia gugur, tidak kurang dari 6.000 tentara Belanda tewas.
Tak hanya itu, Agresi Militer Belanda itu pun dicemooh dunia yang melihatnya sebagai pelanggaran HAM. PBB juga mengutuk Belanda yang menyerang Indonesia, negara yang sudah dinyatakan sahdan berdaulat.
Lihat juga perang yang dimulai 6 Oktober 1973, saat Mesir dan sekutunya menyerang Israel. Hari itu merupakan hari Yom Kippur, hari raya paling besar kaum Yahudi. Pada hari itu, ketika orang-orang Israel sedang khusyuk merayakannya,--sebagaimana juga bertepatan dengan Ramadhan 1973, Suriah, Libya dan Mesir menyerbu Israel secara tiba-tiba.
Damailah Tolikara Papua Indonesia (setkab.go.id) |
Benar, di dataran tinggi Golan, garis pertahanan Israel yang dijaga hanya 180 tank kocar-kacir dihajar 1400 tank Suriah. Sementara di Terusan Suez, 500 prajurit Israel pun terbirit dikejar 80 ribu tentara Mesir.
Tetapi itu hanya permulaan. Setelah memobilisasi tentara cadangan, Isarel bahkan mampu memukul tentara penyerang sampai jauh keMesir dan Suriah.Hanya karena DK PBB mengeluarkan resolusi 339 serta gencatan senjata yang akhirnya mencegah kekalahan total Mesir.
Lalu bagaimana dengan kasus Tolikara? Syukurlah, konflik akibat penyerangan pada saat shalat Idul Fitri, Jumat pekan lalu, itu mulai menampakkan ujung yang menggembirakan. Rabu (22/7) lalu, beberapa poin perdamaian disepakati kedua pihak. Pimpinan GIDI, Yunus Wenda, secara langsung menyampaikan permohonan maaf kepada umat Muslim atas insiden tersebut.
Salah satu poin yang disepakati, umat Muslim di daerah tersebut dipastikan dapat beribadah dengan tenang dan aman di masa depan. Kerukunan beragama juga disepakati akan dijaga dengan baik oleh semua pihak.
Tinggal, mampukah semua luka lama, konflik yang pernah terjadi kapan dan apa pun juga itu membuat kita semua menjadi dewasa ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar