Rabu, 29 Juli 2015

Salafi Salah Berguru 2

Oleh: Umar Rasid Hasan*
ilustrasi
Arti Salafu Sholeh
Banyak ungkapan ulama disekitar Salafu Shaleh, namun ringkasnya ada dua istilah yang masyhur : Zaman (waktu) dan Manhaj (metode).

Zaman : suatu masa yang hidup didalamnya 3 (tiga) masa Kurun terbaik, Kurun para Sahabat, Kurun para Tabi’in dan Kurun Tabi’ut Tabi’in.

Manhaj maksudnya: Metode yang digunakan oleh 3 (tiga) kurun waktu terbaik di dalam memahami dan memperjuangkan Dienul Islam, oleh karenanya kapan pun di mana pun dari umat ini yang dalam hidupnya memahami dan memperjuangkan Dienul Islam sama seperti mereka, maka berhak dikatakan Salafu shaleh. (Al-Madkhol, Dr. Buraikan).

Ungkapan Ulama Tentang Salafi Atau Atsari
Sebagian ulama termasuk didalamnya Syeikh Muhammad Nasirudddin Al-Albaniy membolehkan penggunaan istilah salafi. Namun karena adanya penyimpangan akhlaq dan aqidah dari sebagian mereka yang menamakan dirinya dengan salafi, akhirnya ulama tidak menyukai penggunaan istilah ini, semisal :

Syeikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin mengatakan: Suatu yang tidak bisa disangkal bahwa, kewajiban ummat islam adalah untuk mengikuti Madzhab Salaf dan menjadikan madzhab mereka adalah madzhab Salaf dan tidak ada keharusan untuk Ber-Intima’ atau berkomitmen pada kelompok tertentu semisal salafiyun atau bertahazzub kepada salafiyun, karena dikhawatirkan akan ada dua jalan/metode pertama As-Salaf (umat terdahulu) dan kedua Hizb (kelompok) atau salafiyun, padahal yang dituntut adalah Ittiba’(mengikuti) Salaf (umat terdahulu). Dikutip dari Syarah Arbain Nawawiyah hadits ke 28, demikian pula Syeikh Dr. Sholeh Fauzan ibn Fauzan tidak menyukai penamaan ini (lih. Beda Salaf dengan Salafi,hal.141).

Bahaya Aqidah Murjiah Yang Dianut Kelompok Salafiyun
Selanjutnya berikut ini cacatan untuk salafiyun yang beraqidah murjiah yang begitu berbahaya dan meresahkan ummat islam dewasa ini dan menjadi benalu dalam menegakan Islam.

    - Pada perkara Iman dan Kufur
Ali Hasan Al-Halaby, seorang dai’ panutan salafi yang sering bertandang ke indonesia dia sudah dicap pendusta oleh banyak ulama di Saudi Arabia karena dia senang membajak dan merubah pernyataan ulama sebagaimana dinyatakan oleh Dewan Fatwa Lajnah Ad-Daimah, dalam Fatwa no.2151 dia mengatakan bahwa kufur hanya ada dua; Juhud (pengingkaran) dan Kidzib (pendustaan).(lih. pengantarnya di attahdziir min fitnati takfir.)

Konsekwensinya,berarti setiap pelanggaran terhadap Syariat Allah SWT,termas-uk mencela Rasul atau melecehkan Al-Qur’an,pelakunya tidak bisa dikatakan kafir karena dia tidak mendustakan dan mengingkari Allah dan Rasul,lalu apa bedanya kel. Ini dengan kel. Liberal.

Pembagian Kekufuran seperti ini jelas merupakan Aqidah Murjiah, sebagaimana dinyatakan oleh Lajnah Ad-Daimah dalam fatwa no.21517 (lih.Attahdzir Minal Irja’.Hal. 26).

Dapat kita bandingkan dengan pernyataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab “adapun kufur amal, diantaranya ada yang bertentangan dengan iman, seperti : sujud kepada patung,menghinakan Al-qur’an,membunuh Nabi serta mencelanya..” (Ad-Durar, 1/480)

    - Berhukum kepada hukum Allah SWT.
Kebiasaan buruk dari salafiyun adalah menganggap remeh terhadap hukum Allah SWT dan kepada Dai’ yang mengajak untuk menegakan SYARIAT Allah dengan sadis mereka mengatakan Khowarij Bughot halal darahnya ditumpahkan.

Bandingkan pendapat mereka dengan pendapat ulama tentang berhukum kepada selain hukum Allah SWT;

Ibnu Taimiyah berkata,”Ketika seseorang menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh ijma’ atau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh ijma’atau menggantikan syariat yang telah ditetapkan secara ijma’,maka dia kafir dan murtad berdasarkan ijma’ “ (Majmu Fatawa, jilid lll/267. Realitanya sudah berapa banyak syariat islam yang digantikan oleh undang-undang skuler.

Ibnul Qoyyim Azzaujiyyah berkata : “Setiap orang yang berhukum atau menghukumi dengan selain hukum Allah SWT,atau hukum yang dibawa oleh Rasulullah SAW berarti dia telah menegakan hukum thogut dan dia telah berhukum kepada thogut “ (I’lamul Muwaqqi’iin, 1/53).

Syeikh Asy-Syanqithi berkata : “.......lewat nash-nash yang telah kami sebutkan tadi, maka jelaslah sudah bahwa setiap orang yang mengikuti undang-undang positip yang diwahyukan oleh setan lewat lisan para walinya dari kalangan manusia, yang menyelisihi syariat Allah SWT yang diwahyukan lewat lisan para Rasulnya, maka tidak diragukan lagi kekafiran dan kesyirikannya. Dan yang ragu hanyalah orang-orang yang telah Allah butakan matahatinya dari cahaya wahyu,..dan menerapkan undang-undang dalam kehidupan adalah kekafiran.....”(Adhwa’ul Bayan, 4/83—84).

Imam Ibnu Katsir menukil Ijma’ atas kekafiran setiap orang yang mmenerapkan undang-undang yang menyelisihi Syariat Islam. (lih. Al-Bidayah wan Nihayah,13/119), Mufti dan ahli Hadits Mesir yang terkenal, Syeikh Ahmad Syakir berkata “Permasalahan yang harus dipastikan, bahwa penerapan undang-undang positip merupakan kufrun bawwah-kekafiran yang nyata. Kekafirannya sejelas matahari disiang hari bolong.” (Umdatu Tafsir, 2/172).

    - Mengkritik Penguasa dan Khowarij
Ciri khas yang lain dari salafiyun adalah mendaulat siapapun yang mengkritik pemerintah/penguasa skuler dengan gelar Khowarij. Menurut mereka siapapun yang mengkritik dan menentang pemerintah, betapapun pemerintah itu rusak dan kufurnya sistem yang dijalankan, dia adalah khowarij, tanpa melihat alasan orang yang mengkritiknya.

Benarkah demikian sikap Salafu shaleh?
Sudah tentu jawabannya tidak, Sejarah mencacat : Ketika Mu’awiyah mengkritik bahkan memerangi Ali bin Abi Tholib, yang saat itu menjadi kholifah yang sah. Demikian juga Ibunda A’isyah RDA mengkritik dan mengangkat senjata melawan Ali bin Abi Tholib, terlepas dari apa penyebabnya dan dari siapa yang benar atau yang salah, tidak satupun ulama yang berani mengatakan bahwa Mua’wiyah dan A’isyah adalah Khowarij!

Demikian pula Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berperang melawan penguasa Turki, tidak ada ulama yang mengatakan bahwa dia khowarij apalagi bughot. Begitu juga kejadian pada th 83 H, disaat sebanyak 100.000 penduduk Basyrah dan Kufah berkumpul melawan Abdul Malik bin Marwan dan panglimanya Hajjaj, bahkan beberapa Ulama ikut serta dalam perlawanan tersebut, seperti : Sai’d bin Jubeir, Asy-Sya’bi, Hasan Al-Basyri dan Muslim bin Yasar, tidak ada yang mengatakan bahwa semua penduduk dan ulama yang ikut saat itu dicap khowarij.

Terakhir sebagai contoh saja, Penguasa Abbasiyah menggulingkan penguasa Bani Umayyah, belum ada sampai sekarang yang berani mencap mereka khowarij, dan andaikata pihak salafiyun berkeinginan mengkhowarijkan mereka, dipersilahkan, tetapi kemukakan dulu alasan dan hujjahnya.

Pemahaman negara Kafir dan negara Muslim versi salafiyun
Menurut mereka dasar menghukumi negara islam itu berdasarkan Syi’ar islam bukan hukum islam yang berlaku. Maka negara manapun yang ada syi’ar islam didalamnya itulah negara Islam dan pemimpinnya adalah Amirul mu’minin.

Indah nian pendapat ini, sekolah dimana mereka sehingga bisa berpendapat seperti ini, siapa gerangan TUAN GURUNYA, bisa-bisa negara barat adalah negara Islam, sebab disana sudah ada syi’ar islam, demikian mereka berpendapat, padahal ulama muslim bersepakat untuk menghukumi negara itu islam atau kafir jelas dengan Hukum Islam yang berlaku.

Pendapat mereka itu layak sekali untuk dihadapkan pada mahkamah kesepakatan Ulama Muslim tujuannya adalah agar mata-mata mereka melek dengan kenyataan, kalau mereka masih mengaku Muslim, kesepakatan ulama muslim dibawah ini :

Ibnul Qoyyim berkata : “Mayoritas ulama mengatakan bahwa Daarul Islam adalah Negeri yang dikuasai oleh Ummat Islam dan hukum-hukum Islam diberlakukan di Negeri tersebut, dan bila hukum –hukum islam tidak diberlakukan disana maka bukan merupakan Daarul Islam, sekalipun negeri itu berdampingan dengan Daarul Islam. Contohnya Thoif, sekalipun letaknya dekat dengan Makkah, namun dengan terjadinya Fathu Makkah, Thoif tidak berubah menjadi Daarul Islam (ahkam ahlu dzimmah 1/366).

Asy-Syu-aukani berkata : “Bisanya Negeri dikatakan kafir/islam adalah dengan adanya zhuhur kalimah (hukum yang ditegakan), jika kekuasaan memerintah atau melarang dalam sebuah negeri dibawah kendali muslim, dimana orang-orang kafir tidak dapat menampakan atau mempertunjukan kekafirannya, melainkan atas idzin kaum muslimin, maka negeri tersebut negeri Islam. Adanya tanda-tanda (simbol) kekafiran di negeri itu tidak akan berpengaruh kepada nama negeri Islam itu, mengapa? Karena keberadaan simbol-simbol itu dimunculkan bukan karena oleh kekuatan mereka, tetapi oleh karena ada idzin dari kaum muslimin”. Seperti kebanyakan contoh orang-orang kafir yang hidup di beberapa neg.muslim sekarang. Sebaliknya jika keadaan sebuah neg.tidak seperti keterangan diatas maka neg. Itu jelas neg.Kafir “. (As-Sailal-jarror,4/575). 

Maka akhir dari perhelatan selama ini, Ummat akan tahu dan akan bisa menilai, siapa pengemban dawah Salafu Shaleh sejati, dan siapa sesungguhnya salafi imitasi alias bohongan. Wallahu A’lam Bishowaab.

mediaislamia.com/sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar