Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar". (QS. An Nur : 11)
(Mediaislamia.com) --- Aksi Teror dan Anarkhis yang dilakukan Perusuh dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) terhadap jamaah sholat Ideul Fitri yang tengah menunaikan sholat Ied di Tolikara, yang menyebabkan ibadah tersebut terhenti, dibakarnya Masjid Baitul Muttaqin, puluhan kios, puluhan rumah, dan menyebabkan ratusan keluarga Muslim Tolikara mengungsi ke tempat yang aman, hari-hari ini ramai diberitakan di berbagai media massa, cetak, maupun elektronik.
Jika dikritisi, ada dua kubu dalam aras pemberitaan, yang pertama kubu yang berusaha membelokkan kasus teror dan penyerangan terhadap umat Islam Tolikara menjadi kasus konfli, kerusuhan, insiden, dan sebagainya, yang mana secara etimologis jelas berisi pembodohan, pengelabuan, dan manipulasi fakta yang ada. Faktanya: ada ratusan orang dari GIDI meneror, menyerang, dengan senjata yang mereka punya, jamaah sholat ied hingga menyebabkan masjid dan lainnya hancur.
Aras yang kedua adalah media-media yang dimiliki dan memiliki ghirah keislaman yang tinggi yang berusaha untuk mendudukkan peristiwa yang menimpa umat Islam di Tolikara dengan proporsional dan adil. Namun sayangnya, ada juga beberapa artikel yang salah tulis. Misal menyebut yang dibakar adalah mushola, padahal jelas-jelas yang dibakar adalah masjid. Mushola dengan Masjid tentu berbeda. Ibarat tongkang dengan kapal.
Di sisi lain, pemberitaan yang gencar tentang peristiwa ini membuat sejumlah kalangan takut dan ketar-ketir, karena jika polisi dan penegak hukum bersikap profesional, maka jelas nama-nama penandatangan surat edaran GIDI yang melarang umat Islam Tolikara menunaikan sholat Ied dan melarang Muslimah setempat mengenakan jilbab harus ditangkap. Presiden GIDI pun mengaku atau tidak mengaku patut juga diseret ke proses hukum. Apalagi secara institusi GIDI memang berada di belakang surat edaran tersebut. Apalagi dalam website resminya, GIDI jelas-jelas bekerjasama dengan Zionis-Israel, kaum penjajah yang mana hal ini menyalahi Konstitusi Negara yaitu UUD 1945, dan Pancasila.
Ketakutan akan dampak pemberitaan yang gencar ini membuat sejumlah kalangan elite anti Islam kini tengah berupaya memutar otak untuk meredam, bahkan mengubur pemberitaan kasus Tolikara. Caranya adalah dengan membuat satu kasus, yang nantinya akan diblow-up habis-habisan oleh media-media anti Islam yang dimiliki mereka yang ditujukan untuk menghapus memori bangsa ini tentang Tragedi Muslim Tolikara. Salah satu tujuannya agar kasus hukum terhadap para teroris GIDI nanti bisa luput dari penciuman insan pers sehingga nanti uang dan lobi politik akan bermain. Hal ini adalah strategi lama yang terbukti masih efektif di Indonesia.
Kita harus waspada, ke depan, besok mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi, akan ada satu kasus yang akan diliput secara besar-besaran oleh media massa milik mereka. Para jurnalis yang masih memiliki idealis tentu tidak akan melacurkan profesinya untuk sekadar menjadi corong propaganda. Dan para jurnalis Muslim mudah-mudahan akan tetap mengawal perkembangan kasus Tolikara ini dan tidak tertipu dengan settingan kasus lain yang akan muncul. Janganlah kita menari di atas tabuhan gendang pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar