Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (Az-Zumar : 9)
Ilustrasi "Hemmmm Jarno Aelahh" (blokberita.com) |
(Mediaislamia.com) --- Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat kian memusingkan pengusaha. Pengusaha khawatir jika gejolak tak juga reda, bisnis mereka berpotensi rugi, bahkan gulung tikar.
Seperti diketahui, nilai tukar valas menurut kurs tengah Bank Indonesia sebesar Rp 13.998 per dollar AS. Sementara itu, di pasar spot, Senin (24/8/2015) pukul 19.05 WIB, rupiah menembus level 14.050 per dollar AS.
"Kalau dollar terus anjlok di Rp 14.500, kami sudah sulit sekali bertahan. Kalau sudah Rp 15.000, kami bisa kolaps," kata Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas), kepada Kontan, Senin (24/8/2015).
Efek tekanan rupiah ini sangat berat bagi industri kimia. Alasan pertama, permintaan pasar saat ini terus menyusut lantaran daya beli masyarakat juga lemah. Industri kimia, khususnya plastik kemasan, berhubungan langsung dengan industri consumer goods, seperti makanan dan minuman. Jika permintaan industri ini turun, maka permintaan kemasan plastik juga ikut turun.
Alasan kedua, bahan baku berbasis impor sehingga berpotensi mengerek ongkos produksi yang harus dikeluarkan industri ini. Untung dari sisi suplai ini adalah harga minyak mentah sebagai bahan baku industri kimia tengah mengalami penurunan, yakni di kisaran 40 dollar AS per barrel.
Dolar menguat Rupiah melemah (jpnn.com) |
Meski saat ini kondisi bisnis tengah sulit, Fajar menegaskan bahwa hingga kini belum ada perusahaan yang memutuskan hubungan kerja dengan karyawan. "Utilitas masih kami jaga di 80 persen, jadi banyak stok menumpuk di gudang karena kami optimistis kondisi akan membaik, dan barang akan banyak terserap di akhir tahun," ujar Fajar.
Makin sulit dan PHK
Tekanan rupiah juga memberatkan industri tekstil. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy menerangkan, saat ini industri tekstil mulai kesulitan lantaran bahan baku industri tekstil di Indonesia mayoritas masih impor. Padahal, mereka harus menjual produk di dalam negeri dengan memakai harga rupiah. Kondisi ini jelas menyulitkan saat nilai tukar rupiah terus melemah.
Meskipun industri tengah dirundung masa sulit, Ernovian tidak bisa memastikan berapa lama produsen tekstil lokal ini masih bisa bertahan dalam gejolak. "Beban biaya bahan baku yang semakin tinggi secara otomatis akan mengerek harga jual produk tekstil menjadi semakin mahal," ungkapnya.
Ketua API Ade Sudrajat menambahkan, sekitar 80 persen bahan baku tekstil masih diimpor sehingga industri ini sulit bersaing. Misalnya, bahan pembuatan serat kapas hanya diproduksi di Eropa, begitu juga bahan baku garmen.
Ade mengatakan, efek pelemahan rupiah tidak hanya berimbas terhadap harga jual produk tekstil, tetapi juga berefek terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK). "Sudah ada 36.000 tenaga kerja yang kena PHK," ungkap Ade kepada Kontan, Senin.
Meski begitu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan berharap, kondisi ini bisa menjadi momentum bagi investor asing untuk merealisasikan investasinya di Indonesia karena secara kurs saat ini lagi murah," ujar Putu.
Semoga investor yang datang bukan spesialis pencaplok perusahaan sakit.
Silahkan klik Vidio di bawah ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar