Selasa, 19 Mei 2015

Paus Fransiskus Kembalikan Diplomasi Internasional Vatikan

Allah Subhanahu Wa aTa'ala Berfirman :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ    وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah".   (QS. Al A'raf : 199-200) 

Paus Fransiskus (tengah)          [apkxda.com]
(Mediaislamia.com) --- Kritik keras Paus Fransiskus terhadap globalisasi dan ketidakseteraaan yang dilontarkan sebelumnya menjadikan dia sebagai pemimpin yang tidak takut memadukan teologi dan politik. Kini, dia pun mengencangkan otot diplomasi Vatikan. 

Tahun lalu, Paus membantu menengahi kesepakatan bersejarah antara Kuba dan Amerika Serikat setelah selama setengah abad bermusuhan. 

Seminggu belakangan, kantornya mengumumkan kesepakatan resmi antara Vatikan dan Negara Palestina - traktak yang memberi kekuatan legal bagi pengakuan de fakto Vatikan terhadap negara Palestina meski Israel tidak menyukainya. 

Bulan lalu Paus membuat jengkel Turki ketika merujuk pembantaian hingga 1,5 juta warga Armenia pada awal abad 20 sebagai “genosida”, yang sejak lama dibantah oleh Ankara. 
Setelah kepemimpinan Vatikan yang memusatkan perhatian ke dalam oleh pendahulunya Paus Benediktus, Paus Fransiskus kini mengembalikan diplomasi aktif Vatikan yang dianut oleh Paus Yohanes Paulus II, yang dianggap berjasa membantu mengakhiri Perang Dingin. 

Sebagian besar upaya diplomasinya itu dipusatkan pada perbaikan hubungan antar agama dan melindungi umat Kristen di Timur Tengah. Dan ini merupakan prioritas utama Gereja Katolik. 

Akan tetapi, di tengah situasi geopolitik yang semakin terpecah upaya diplomasi Paus ini tidak memihak ke satu kubu dalam perseteruan antar blok, dibandingkan ketika jaman kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II. 

Situasi ini semakin memperkuat statusnya sebagai paus pertama dari Amerika Latin, wilayah yang memiliki sejarah kekacauan, kemiskinan dan hubungan panas dingin dengan Amerika Serikat, sehingga dia memiliki landasan politik yang berbeda dari para pendahulunya asal Eropa. 

“Dibawah kepemimpinan paus yang sekarang, kebijakan luar negeri Vatikan diarahkan ke Selatan,” ujar Massimo Franco, pengamat politik Italia terkenal dan penulis sejumlah buku mengenai Vatikan. 

Dia mengatakan paus berusaha untuk tidak mendukung satu kubu dalam masalah-masalah seperti Ukraina, dia tidak pernah menyebut Rusia sebagai perebut wilayah, tetapi selalu menyebut konflik antara pemerintah dan pemberontak yang didukung Rusia ini sebagai perang saudara. 

Pendekatan ini bertujuan agar dia tetap dipercaya oleh negara-negara seperti Suriah, Rusia atau Kuba, karena Paus Fransiskus merasa bisa menolong umat Kristen di negara-negara itu jika tetap bersikap independen. 

Risiko Diplomasi

Paus Fransiskus sebenarnya sudah kewalahan dengan upaya membenahi birokrasi internal Vatikan yang rumit setelah terjadi serangkaian skandal keuangan dan seks terkait pelecehan anak-anak oleh para pastur yang terjadi beberapa dekade lalu. 
Tetapi paus yang jelas sangat tertarik dengan situasi dunia di luar wilayah kerja Vatikan, tampaknya bertekad untuk mempergunakan posisi dan pengikut globalnya untuk mempertanyakan diplomasi global. 

Kardinal Tarcisio Bertone, mantan sekretaris negara Vatikan yang juga bekas orang dalam, dan bertugas berhubungan dengan negara-negara asing dan mengatasi masalah internal Vatikan, telah diganti. 

Fungsi kantor itu kini diturunkan sehingga hanya bertugas seperti korps diplomatik pada umumnya, sementara Paus Fransiskus menetapkan kebijakan luar negeri Vatikan yang lebih berani dan lebih mewakili pandangan pribadinya. 

“Dia jenis orang yang bisa berdoa di Masjid Biru di Istanbul, dan kemudian berpendapat soal genosida warga Armenia. Dia bukan seseorang yang terikat dengan basa-basi politik,” ujar Franco Frattini, mantan menteri luar negeri Italia. 

“Ini adalah diplomasi seorang pemimpin yang hebat.”

Apakah hal tu sesuai dengan keinginan umat Katolik di dunia yang berjumlah 1,2 miliar, politisi dunia yang memiliki prioritas sendiri-sendiri atau bahkan berbagai lapisan gereja yang begitu banyak, adalah hal lain. 

Ketika begitu banyak umat Katolik konservatif yang kecewa dengan tingkat perhatian paus pada masalah-masalah seperti ketidakadilan ekonomi, dan nada yang lebih bersahabat pada masalah sosial sensitif seperti homoseksualitas, dan status orang yang bercerai, pandangan terbuka di bidang diplomasi ini akan semakin menimbulkan perpecahan dalam Gereja. 
Hal ini akan diuji dalam kunjungannya ke Amerika Serikat pada September mendatang, karena sebagian umat Katolik konservatif di negara itu menyatakan keberatan mereka dengan terbuka. 

Setelah membantu upaya membuka kembali hubungan diplomatik antara Havana dan Washington, Paus Fransiskus mendapat kritik dari kelompok Katolik konservatif Amerika seperti Marco Rubio, calon kandidat presiden partai Republik. 

Rubio, putera pendatang dari Kuba dan umat Katolik, mencoba menghindar dari sikap mengkritik Paus, tetapi mengatakan dia seharusnya “mempertimbangkan kebebasan dan demokrasi” di Kuba. 

Kritik tertutup dari seorang politisi yang sebelumnya dianggap sebagai pendukung kuat Gereja Katolik ini menggambarkan ketidaknyamanan yang lebih luas di kalangan umat Katilik atas perubahan terhadap institusi paling konservatif di dunia yang kini dilakukan oleh Paus. 

“Para uskup mengeluh bahwa dia kini menjadi populer dengan menyerang Gereja,” kata Franco.

“Dia berbicara langsung kepada umat, dan tidak menghormati struktur komando yang biasanya berlaku. Dia mengambil keputusan sendiri atau dengan orang yang sebelumnya tidak memiliki peran penting.”


Silahkan klik Vidio di bawah ini : http://video.cnnindonesia.com/embed/pbi5br


Tidak ada komentar:

Posting Komentar