Sabtu, 01 Agustus 2015

Salafi Salah Berguru 3, Selesai

Oleh: Umar Rasid Hasan*

Soal Tahjir
Ini bukan wilayah kita tholabatul ilmi (pelajar), masalah ini adalah hak ulama yang betul-betul mengerti akan kesalahan yang harus diluruskan, Tahjiir yang dimaksudkanpun tujuannya bukan untuk memojokan, menghina atau sejenisnya tetapi untuk teguran dan nasehat untuk kembali ke jalan yang diRidloi Allah SWT.

Al-Jahru Wat Ta’diilu
Secara singkat saja mengutip komentar Syeikh Abdullah bin Hasan Al-Qu’ud tentang Al-Jarhu wat Ta’diilu, dahulu dizamannya jarhu dan ta’dil itu digunakan untuk menentukan hadits, apakah didalamnya ada cacat atau tidak, ketika didapati kecacatan maka dibuang kemudian hadits itu diluruskan, tetapi zaman sekarang jarhu dan ta’dilu itu dimanfaatkan untuk saling menyerang, mencela, menjatuhkan martabat, menghilangkan kehormatan para Alim Ulama, demikian Syeikh Abdullah bin Hasan Al-Qu’ud menyayangkan kegegabahan mereka salafiyun ketika menggunakan istilah Al-Jarhu Wat Ta’diilu di kalangan mereka.

Berkaitan dengan istilah “sururiyuun” yang sering mereka tuduhkan, saat beliau ditanya tentang kalimat itu Syeikh Qu’ud menjawab : “Sururiyyuun, dari mana istilah ini datang kepada kita? Silahkan tuan-tuan periksa dikamus-kamus bahasa Arab atau di buku-buku kamus sekte-sekte agama(al-milal wan-nihal), silahkan periksa dikitab mana kalimat “sururiyuun” ini kita temukan?.

Benar, jika yang dimaksud ketika seseorang mendapatkan kesenangan/kebahagiaan dari ni’mat Allah yang dikaruniakannya berupa ilmu, aqidah yang benar, maka ini adalah ungkapan dan istilah yang benar dan semua kita berharap kepada Allah agar kita dimasukan kedalam kelompok Sururiyuun dengan ma’na ini (gembira atas limpahan ni’mat dan karunia Allah SWT), dikutip dari Muhadhoroh Syeikh berjudul Washoyaa lid Dua’t Juz,ll.

Ulama Darul Ifta Jangan Dijadikan Sarana Perekrutan
Khususnya di Indonesia tidak banyak yang mengerti tentang DARUL IFTA dan salafi, anggapan selama ini salafi diproduk oleh Darul Ifta, justru sangat bertentangan jauh sekali, ulama-ulama rujukan salafi justru menjadi rival ulama Darul Ifta, sayangnya saksi hidup tidak banyak, kurang lebih 10 tahun saya hidup di Saudi Arabia bersama para ulama Darul Ifta, terutama Syeikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baz, bahkan ketika Syeikh meninggal-pun pada tahun 1999 M saya masih disana, dan saya menetap dirumah Syeikh Abdullah bin Ad-Duayyan dan ketika Syeikh Ibn Qu’ud sakitpun saya masih sempat mengunjunginya beliau punya sopir bernama Syamsuddin dari Sukabumi bersama istrinya.

Di even kegiatan salafi selalu dipampang Guru-Guru saya itu besar-besar, entah apa tujuannya, yang pasti itu adalah kedok perekrutan agar orang-orang Indonesia yang tidak mengerti keadaan yang sesungguhnya mengganggap bahwa Syeikh-syeikh Darul Ifta pun dibelakang mereka. Ini adalah sebuah pengkhianatan kepada ulama Darul Ifta mengingat begitu banyak perbedaan da’wah mereka dengan Darul Ifta.

Akhir Yang Tragis Apakah Azab Yang Disegerakan?
Muhammad Aman Al-Jami akhirnya mati karena sakit kanker mulut,sebuah akhir yang sangat tragis. Sepeninggalnya,Rabi’ Al-Madkhali menjadi tokoh utama penerusnya. Tidak ada yang menyainginya selain Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i di Yaman,seorang syeikh salafi yang pernah mengomentari ulama Iraq yang terkenal dan pengarang Kitab Ushul Ad-Da’wah,Dr.Abdul Karim Zaidan,dengan ungkapan yang sangat tidak masuk diakal dan sangat menyakitkan “Sesungguhnya Ilmunya adalah sampah”, demikianlah generasi salafiyun ketika berbicara semaunya saja,namun Do’a kita baik untuk mereka : “Semoga Mereka mendapat Hidayah Allah sebelum mereka meninggalkan dunia ini,”.

Kalaupun tidak, apakah mereka menginginkan azabnya disegerakan? Wallahua’lam.

Konflik Internal Gerakan “Salafy”
Siapa sangka di tubuh mereka kaum salafi tidak ada perpecahan? Justru karena mereka berebut ummat dan memperturutkan hawa nafsu akhirnya mereka berpecah. Terlebih ketika ulama yang menjadi musuhnya sudah banyak dipenjara,dan tidak ada lagi yang berani menentang negara. Mulailah kelompok ini (al-jamiah) menoleh pada diri mereka sendiri. Mereka mulai menetapkan dasar-dasar madzhab mereka,lalu muncullah berbagai buku karangan mereka untuk membela madzhabnya, dari sinilah awal timbulnya perbedaan pendapat dan perpecahan,lalu saling menyerang mereka terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok dan tragisnya masing-masing kelompok membid’ahkan kelompok yang lainnya.

Perpecahan yang pertama terjadi pada kelompok sempalan mereka Al-Hadadiyah, tokohnya adalah Mahmud Al-Hadad yang mengajak pengikutnya untuk membakar kitab-kitab ulama terdahulu seperti Ibnu Hazm,An-Nawawi, Ibnu Hajar dll. Menurut Al-Hadad mereka semua adalah ahli bid’ah sehingga wajib untuk dijauhi. Perkara ini memancing pro dan kontra yang akhirnya kelompok ini tidak lama berkembang di Hijaz belakangan ini berkembang di Yaman, Mesir dan kelompoknya, ironisnya dengan perpecahan mereka masih mengklaim diri paling salafi, mengaku sebagai representasi Salaf Shaleh sejati dan menuduh yang lainnya sebagai firqoh dan sesat. Kalau saja mereka mengaca sedikit, mungkin akan merasa malu mengaku diri paling salafi sebagai pengikut salaf shaleh sejati, Naudzubillah Min Dzalika.

Ulasan
Andaikan kita merujuk dengan baik Fatwa Lajnah Ad-Daimah no. 20212. Tgl 7/2/1419 H dan fatwa no. 21517 tgl 14/6/1421 H atau kita menoleh fatwa Syeikhul Islam ibn Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 3/216. Terhadap apa yang telah mereka lakukan selama ini,dengan Ta’ashub mereka terhadap guru-guru mereka serta mengkultuskannya,jelas sekali pernyataan Syeikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah Ta’ala bahwa mereka salafiyun termasuk ahlu bid’ah yang sesat dan Tafarruq (pemecah belah ummat),sekali lagi,jelaslah sudah menurut Ibn Taimiyah siapa sebenarnya gerakan “salafiyun” ini.

Ketika kaum salafiyun ini menolak jihad dan menganggap tidak penting ,bukankah itu bertolak belakang dengan kesepakatan ulama,dalam urusan jihad mereka selalu menunggu komando dari Amir, Amir yang mana yang mereka tunggu? Pemerintah sekuler? Mana mungkin mereka menyuruh jihad!!! Sungguh aneh bin ajaib bukan ?

Coba kita simak Ibnu Qudamah dalam al-mughni VIII/353 yang mengatakan :
“Maka jikalau Imam tidak ada,jihad tidak boleh ditunda, sebab dengan menunda jihad maslahatnya akan hilang,Jika terpaksa jihad dilakukan tanpa imam dan mendapatkan Ghonimah (harta rampasan perang), maka ghonimah itu dibagikan oleh orang yang ahli sesuai dengan tuntunan Syariat”.

Inilah sekilas gambaran pemikiran gerakan Murjiah Ekstrim, yang hari ini dengan bangga menggelari dirinya sebagai gerakan salafiyyah. Mereka menganggap penyelewengan mereka dari Aqidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah sebuah perkara remeh temeh, padahal disisi Allah SWT itu sebuah perkara Dosa yang sangat besar. Wallahua’lam.

Sebagai contoh:
Semisal Andalusia (spanyol) yang diambil oleh tentara salib di th 1492 M dan Palestina oleh Israel di th 1917 M, lalu ditegakan Negara Israel tahun 1948 M, Jihad untuk merebut kembali kedua negara milik kita itu hukumnya adalah: Fardlu Ai’n bagi seluruh Muslim.

Tidak seperti pendapat Syeikh Muhammad Ibrahim bin Syaqrah memahami surat Al-Anfal : 60. Dia bilang: "Saat kita lemah seperti sekarang, lebih baik diam menahan diri dari berjihad", Naudzubillah.

selesai

Note:
Umar Rasyid Hasan adalah murid syaikh Abdullah bin Baz, yang selama sembilan tahun berada di ma'had Darul Ifta yang dipimpin oleh Ibnu Baz. Beliau masuk di Darul Ifta sebelum peristiwa perang teluk yang terjadi ada agustus 1990. Kehadiran Amerika pada perang teluk di Saudi Arabiya memunculkan satu gerakan pemikiran Islam yang baru dan berakibat pada perpecahan ulama di nergeri tersebut, dan terus dikembangkan di berbagai negara. Umar Rasyid memaparkan pengalamannya terkait dengan gerakan yang disebut salafi itu sejak kemunculannya, dan berbagai penyimpangan hingga perkembangannya sekarang.

MI/Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar