Minggu, 06 September 2015

Blak-blakan BI Soal Anjloknya Rupiah

Allah Subhanahu Wa ta'ala berfirman :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".     (QS. At Taubah : 105)

Melemahnya rupiah di Indonesia      (merdeka.com)
(Mediaislamia.com) --- Ekonomi global kini dilanda ketidakpastian setelah melemahnya ekonomi China dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat. Mata uang Amerika Serikat, USD menguat terhadap mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.

Nilai tukar Rupiah anjlok hingga mencapai level Rp 14.000 per USD. Tidak hanya Indonesia, Ringgit Malaysia juga keok terhadap USD.

Kepala Divisi Operasi Valas, Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Rahmatullah Sjamsudin memaparkan, fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap USD dipengaruhi oleh dua hal yakni fundamental ekonomi dan sentimen.

Apabila fundamental ekonomi cukup baik namun bertolak belakang dengan kondisi Rupiah melemah, maka pelemahan Rupiah terhadap USD didasari oleh sentimen.

Kondisi ini diyakini sedang melanda Indonesia. Ada ketakutan-ketakutan yang justru menekan Rupiah semakin terdepresiasi. Bahkan spekulan memainkan rumor untuk mencari keuntungan lebih besar.

"Sekarang lebih mungkin karena ditakut-takuti. Dolar akan tembus Rp 15.000 dan lebih tinggi lagi katanya. Dulu juga pernah dibilang dolar Rp 10.000 itu kiamat, tapi buktinya sekarang? Masih aman-aman saja," ungkap Rahmat di Bandung, Sabtu (5/9).

Rahmat memaparkan, melemahnya nilai tukar Rupiah tidak bisa lepas dari kondisi di masa lalu. Tahun 2008 terjadi krisis financial di Amerika Serikat (AS). Perekonomian AS pun ambruk.

Untuk membangkitkannya, AS meluncurkan kebijakan pelonggaran kebijakan moneter bernama quantitative easing (QE). Kebijakan ini pun dirasakan banyak negara termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Unag Rupiah Indonesia       (harianterbit.com)
Nilai tukar Rupiah terhadap USD perlahan naik dari Rp 8000 ke Rp 9000. "Kalau waktu itu istilahnya AS itu buang-buang duitlah. Dan kita kecipratan dari sana," imbuhnya.

Fase berikutnya adalah AS menempuh kebijakan tappering off dan berencana menaikkan suku bunga. Secara perlahan di 2012, Rupiah terus melemah. Dolar menembus Rp 10.000 di 2013 dan menembus Rp 14.000 pada Agustus 2015.

Kondisi ini juga dipersulit dengan adanya krisis Yunani dengan persoalan utangnya yang utang dan China yang secara tiba-tiba mendevaluasi mata uangnya hingga lebih dari 3 persen.

"Sekarang kita menunggu keputusan The Fed tanggal 16 September ini, apakah akan naikkan suku bunga. Menjelang keputusan itu memang pasar bergerak sesuai rumor. Meski nanti sebenarnya pasca kebijakan itu dimungkinkan kondisinya akan mereda," paparnya.

Rahmat menekankan, Rupiah tidak bisa dilihat hanya dari sisi nominalnya. Bahwa ketika USD mencapai Rp 14.000, maka kondisinya sangat buruk atau lebih parah lagi dikatakan sebagai krisis. Akan tetapi lihatlah Rupiah dari relativitasnya.

"Kalau misalnya USD sekarang Rp 5000 terus kemudian besok Rp 10.000 dan lusa Rp 15.000 itu baru sangat buruk. Tapi kalau bergerak cuma disekitar Rp 14.000 dalam jangka waktu yang lama itu nggak masalah. Asal sesuai dengan fundamentalnya," tegas Rahmat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar