Jumat, 02 Oktober 2015

Kepada Siapa Kita Berloyalitas (Berwala')?



Kepada Siapa Kita Berloyalitas (Berwala')?

Oleh: Fitra Hudaiya

“Sesungguhnya penolong (wali) kamu adalah hanyalah, Rasul-Nya, da orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat  dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (QS. al-Maaidah: 55).
Al- Wala’ dalam bahasa arab berarti pertolongan, adapun dalam syar’i dapat dikatakan bahwa pertolongan atau loyalitas yang masih diakui dalam islam sebagai hak muslim atas muslim lainnya meliputi: cinta, pertolongan, simpati, kasih sayang, saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan membelanya dari segala bentuk gangguan dan bahaya yang mengancamnya.
Perlu diketahui wahai saudaraku seiman, sesungguhnya al-Qur’an membentuk pribadi muslim dengan membebaskan wala’nya hanya kepada Allah, Rasul dan jama’ah Islam. Al-Qur’an juga mendidik kesadaran muslim terhadap hakikat musuh-musuh dan pertarungan antara muslim dan musuh-musuhnya, yaitu pertarungan akidah. Karena akidah merupakan persoalan asasi antara muslim dan musuh-musuhnya. Mereka memerangi muslim karena akidah dan agamanya. Dan selama belum meyakini bahwa musuh-musuh akidah selalu menjalin kerja sama antara mereka dalam memerangi jama’ah dan akidah Islam, maka para pendukung akidah belum dikatakan telah meyakini sepenuhnya sebelum  membentuk dirinya dan mewujudkan akidah ke dunia nyata.
Ini merupakan karunia Allah yang diberikan orang yang dikehendaki. Sedangkan memberi wala’ kepada selain jama’ah Islam berarti kemurtadan dan merupakan penolakan terhadap pilihan Allah. Serta menodai kehormatannya, karena itu wala’ harus diberikan hanya kepada Allah.
Jika kita beranggapan bahwa kita dan Ahli Kitab (yaitu Yahudi dan Nasrani) sedang menempuh jalan yang sama dalam memperjuangkan agama, maka mereka yang beranggapan seperti itu, tidak pernah membaca al-Qur’an. Kalaupun membacanya mereka tidak paham istilah “Samahan” (toleransi) yang menjadi salah satu ciri Islam, lalu mereka setarakan dengan wala’ yang telah diperingatkan al-Qur’an. 
Dalam islam secara teoritis maupun praktis tidak ada wala’ yang diberikan oleh seseorang atas dasar kebatilan. Sebab, bila seseorang memberikan wala’nya secara batil maka ia tidak tergolong dalam seorang mu’min.
al wala’ merupakan tolak ukur iman seseorang kepada Allah ‘azza wa jalla, Allah berfirman:
”Dan barang siapa mengambil Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (QS. al-Maaidah).
Ayat diatas menunjukkan bahwa manusia tergolong terhadap partai Allah, apabila wala’ dan kecintaannya telah bebas dan merdeka. Ia tidak memberikan kepada musuh-musuh Allah apa pun jenisnya. Sebaliknya ia memberikan wala’nya hanya kepada Allah, dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.
Sekarang sudah jelas bahwa seorang muslim tidak akan menjadi muslim apabila ia tidak membebaskan wala’nya hanya kepada Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman.
Adapun wala’ yang diharamkan oleh al-Quran dan as-Sunnah adalah wala’ yang menyebabkan seseorang menjadi munafik dan dapat mengeluarkannya dari keislamannya. Berikut tanda-tanda wala’ yang menyebabkan seseorang menjadi munafik dan keluar dari Islam:
1.      Memberikan bantuan, pertolongan, ketaatan dan ikatan penuh (seumur hidup) dengan orang-orang kafir.
2.      Menyampaikan rahasia orang mu’min kepada musuh/ orang kafir.
3.      Cinta dan kasih sayang terhadap orang kafir.
4.      Duduk dengan orang kafir dan munafik dengan kerelaan, dan mendengarkan percakapannya yang menghinakan/ menjelekkan Islam, serta tetap berada dalam majelis tersebut tanpa membantah ataupun menampakkan kemarahan terhadap itu semua.
5.      Ketaatan kepada orang kafir dan munafik.
6.      Tasyabbuh terhadap orang kafir, yaitu meniru atau mengikuti  mereka.
Adapun wala’ yang harus dilakukan adalah:
1.       Menolong kaum muslimin dan dilarang untuk menjatuhkan mereka atau menghinakan mereka.
2.       Mencurahkan seluruh kesetiaan kepada sesama muslim.
3.      Saling cinta-mencintai, tolong menolong, dan mendukung sesama muslim.
4.      Duduk dalam majelis kaum muslimin dan menjadikan majelis tersebut sarana dakwah.
5.      Harus mentaati kepemimpinan orang beriman dalam bidang politik, gerakan, dan lain-lainnya; khususnya khalifah, jika sudah terwujud.
6.      Harus bertasyabbuh kepada kaum mukmin. Yaitu meneladani Rasulullah, karena beliau adalah pemimpin kaum muslimin.[1]
Apakah kita tidak pernah menghayati  bagaimana orang-orang kafir selalu ingin menghancurkan Islam, karena kedengkian yang  sangat besar di dalam hati mereka. Siang malam mereka tidak pernah lengah dan lalai dari memusuhi kita. Dan kita tidak akan mampu melawan mereka kecuali hanya dengan bersatu dan memberikan wala’ (loyalitas) kepada saudara kita sesama mukmin.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita selaku mukmin untuk selalu tolong menolong dan bahu membahu untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.  Karena Rasulullah telah mengumpamakan bahwa sesama mukmin itu bagaikan satu bangunan yang mana saling menguatkan satu sama lainnya.




[1] Diringkas dari buku: Al-Wala’ loyalitas muslim, oleh: Sa’id Hawwa dan Sayyid Quthb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar